Pemikiran Ali
Asraf Tentang Konsep Pendidikan Islam
Islam adalah
agama rahmat bagi seluruh alam termasuk di dalamnya hewan, tumbuhan, dan
manusia. Manusia sebagai makhluk dinamis membutuhkan sarana untuk mengembangkan
diri secara dinamis dan berkelanjutan. Tempat yang mungkin untuk mengembangkan
potensi dan dinamisasi diri adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan
institusi tempat menempa diri manusia. Karena pendidikan pada dasarnya adalah
sarana untuk membimbing manusia sebagai manusia paripurna.
Islam sebagai
agama rahmat memberi peluang kepada manusia untuk mengembangkan diri
berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Pengembangan diri berdasarkan wahyu merupakan
cita-cita Al-Quran. Pengembangan diri tersebut merupakan bagian dari wahyu
ketuhanan. Karena dalam al-Quran terdapat perintah untuk mengubah diri,
perintah untuk banyak membaca, perintah untuk berfikir. Perintah tersebut
mengindikasikan bahwa manusia diajarkan untuk mampu menempa diri dan
mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya. Tetapi perintah untuk berfikir,
mengembangkan diri hanya tinggal konsep. Karena semua konsep tentang
pengembangan diri, konsep dasar pendidikan Islam tidak digali dan dikembangkan
untuk kemajuan pendidikan Islam.
Memang, kalau ditilik
dalam lintasan sejarah, umat Islam mencoba untuk mengembangkan konsep-konsep
pendidikan berdasarkan Al-Quran dan Hadis, tetapi hal tersebut hanya
berlangsung sebatas pemerintahan atau tokoh pengusung konsep pendidikan
tersebut. Setelah para tokoh dan pemerintahan telah meninggal atau pereintahan
tersebut telah hancur, maka konsep pendidikannya juga ikut mengalami
kemunduran.
Kemunduran
tersebut tidak lepas dari kurang pedulian umat Islam terhadap konsep pendidikan
Islam. Keadaan ini makin diperparah oleh para pakar pendidikan yang beranggapan
bahwa pendidikan Barat lebih baik dan modern. Di sisi lain, pendidikan Islam
dianggap tidak modern dan tidak mempunyai konsep yang jelas mengenai
pendidikan. Konsep pendidikan Barat dipaksakan penerapannya di dunia Islam.
Keadaan ini makin memperparah keadaan umat Islam yang telah terpola dengan
konsep pendidikan Barat. Pola pendidikan Barat menjadi semacam pendangkalan
keislaman umat Islam sendiri. Bahkan ada kecenderungan di kalangan masyarakat
bahwa terjadinya korupsi, kolusi, nepotisme serta berbagai kemungkaran adalah
akibat gagalnya pendidikan Islam dalam mendidik akhlak.
Ali Asraf sebagai
tokoh pendidikan Islam mencoba menjawab berbagai permasalahan pendidikan Islam,
dalam bukunya Horison Pendidikan Islam, Ali Asraf berusaha jujur membandingkan
pendidikan modern Barat dengan pendidikan Islam. Ali Asraf beranggapan bahwa
tidaklah mungkin seseorang akan merlihat dengan sempurna dan menemukan secara
murni konsep pendidikan Islam tanpa membandingkan dua konsep pendidikan yaitu
konsep pendidikan modern dalam hal ini diwakili oleh konsep pendidikan Barat.
Perbandingan dilakukan oleh Ali Asraf bertujuan untuk memisahkan antara konsep
pendidikan Barat dengan konsep pendidikan Islam yang sesungguhnya. Hal ini
dilakukan karena selama ini kedua konsep pendidikan tersebut berbaur menjadi
satu bagian, sehingga sulit menemukan mana konsep pendidikan Barat, dan mana
konsep pendidikan Islam.
Dalam bukunya
tersebut Ali Asraf mencoba menampilkan permasalahan yang berhubungan dengan
pendidikan keagamaan, liberalitas, termasuk juga pendidikan tradisional dan
modern. Beliau membahas tentang pentingnya pendidikan pelatihan dan
pengembangan bagi para guru. Buku-buku teks hendaknya disusun sesuai cara-cara
Islam, buku-buku untuk pendidikan Islam hendaknya di tulis dengan cara islami,
dalam arti materi yang ada di dalamnya memuat berbagai nuansa keislaman, apapun
jenis buku pelajarannya.
Menurut Ali Asraf
pendidikan adalah sebuah aktivitas yang memiliki maksud tertentu, diarahkan
untuk mengembangkan individu sepenuhnya. Lebih lanjut Ali Asraf menyatakan
bahwa konsep pendidikan Islam tidak dapat dipahami tanpa terlebih dahulu
memahmai penafsiran Islam tentang pengembangan individu sepenuhnya. Manusia
adalah wakil Allah di muka bumi. Dalam Al-Quran Allah menjelaskan tentang
nama-nama benda, mengajarkan norma-norma kepada mansuia pilihan yaitu para
Nabi. Norma norma dan prinsip-prinsip serta metode-metod etentang pembelajaran
dan pengetahuan telah Allah turunkan melalui wahyu. Firman Allah merupakan
sumber hukum untuk dipatuhi manusia.
Pendidikan
bertujuan menimbulkan pertumbuhan seimbang kepribadian manusia melalui latihan
spiritual, intelek, rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia. Oleh
karena itu, pendidikan hendaknya menyediakan jalan untuk pertumbuhan manusia
dalam segala aspeknya, seperti spiritual, intelektual, imaginative, fisikal,
ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun secara kolektif dan
memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Menurut Ali
Asraf tujuan terakhir pendidikan muslim adalah perwujudan penyerahan mutlak
kepada Allah, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan.
Di antaranya
konsep Islam tentang manusia dan metafisika pendidikan, adalah pertama, konsep
Islam tentang manusia mempunyai keluasan dan jarak yang tidak dimiliki konsep
tentang manusia manapun. Karena manusia dapat menjadi khalifatullah dengan
menanamkan atau mewujudkan dalam dirinya sifat-sifat Tuhan. Karena itu,
sifat-sifat tersebut mempunyai dimensi tidak terbatas, kemajuan moral,
spiritual dan intelektual manusia juga tidak terbatas. kedua, karena
pengetahuan adalah sumber kemauan dan pengembangan, Islam tidak meletakkan
rintangan apa pun terhadap pencapaian pengetahuan. Ketiga, jangkauan penguasaan
harus seutuhnya dengan memiliki keahlian intelektual karena isolasi seseorang
tidak dapat mempertahankan pertumbuhan seimbang. Keempat aspek spiritual moral,
intelektual, imajinatif, emosional dan fisikal dari kepribadian seseorang tetap
diamati dalam membentuk inter-relasi di antara disiplin-disiplin itu.
Pertumbuhan pikiran dan kemampuan seorang anak hendaknya dipertimbangkan untuk
merencanakan berbagai subyek dan mata pelajaran dalam tahapan bertingkat.
Sehingga dengan demikian inter-relasi dapat dipertahankan. Kelima, perkembangan
pribadi dilihat dalam kontek hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
alam.
Ali Asraf
berpendapat bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang melatih sensibilitas
murid-murid sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan,
langkah-langkah dan keputusan dan pendekatan mereka terhadap semua ilmu
pengetahuan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang dirasakannya. Sikap
tersebut terjadi karena berasal dari keyakinan ikhlas dari Tuhan.
Seorang pelajar
yang mendapatkan pendidikan Islam tumbuh sebagai pribadi yang mencintai
perdamaian, dapat hidup selaras, stabil, berbudi dan yakin sepenuhnya akan
kemurahan Tuhan yang tak terbatas.
Konsep
nilai-nilai Islam mempunyai obyektifitas dan universalitas, dan bukan kesadaran
yang bersifat subyektif individu, kelompok maupun ras. Agama sebagai penyedia norma bagi manusia
mempunyai kesempatan untuk pendidikan. Islam sebagai agama mempunyai sasaran
yang jelas, seimbang dan menyeluruh. Manusia dalam konsep Islam dianggap sebagai wakil Tuhan yang potensial. Untuk menjadi manusia wakil Tuhan maka
manusia hendaknya memiliki kebijaksanaan. Manusia diharapkan belajar melalui
eksperimen dan menyusun rincian proses yang luas sebagaimana telah diberikan
Allah kepada manusia. Dalam kontek hubungan antara Tuhan, manusia dan alam
pendidikan hendaknya mengarahkan peserta didik untuk mengarahkan semua
aktivitasnya kepada tiga hal tersebut. Menurut Konperensi Dunia pertama tentang
pendidikan Islam yang diadakan di Mekah pada tahun 1977, dinyatakan bahwa:
“Pendidikan seharusnya bertujuan mencapai
pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total melalui
latihan semangat, intelek, rasional diri, perasaan dan kepekaan tumbuh. Karena
itu pendidikan, pendidikan seharusnya memberikan jalan bagi pertumbuhan manusia
dalam segala aspeknya secara spiritual, intelektual, imajinatif, fisikal,
ilmiah, linguistic, baik secara individual maupun secara kolektif di samping
memotivasi semua aspek tersebut kearah kebaikan dan kesempurnaan.”
Tetapi,
pendidikan masih berkiblat kepada konsep pendidikan Barat. Pendidikan berkiblat
pada tataran praktis, metode dan kurikulum yang mereka adopsi dan cocokkan
dengan ajaran Islam, padahal konsep Barat berbeda dengan konsep Islam, baik
dari budaya. Latar belakang keyakinan, nilai-nilai yang dihormati, jauh
berbeda. Seharusnya pendidikan Islam diarahkan berdasar tujuan pendidikan yang
disepakati pada komperensi pendidikan islam pertama di Mekah. Kalau tidak maka
konsep pendidikan Barat dengan kurikulumnya tidak akan menyatu dengan konsep
pendidikan Islam, karena pada dasarnya pendidikan Islam sangat berbeda pada
beberapa prinsip.
Kurikulum tidak dapat disebut berciri Islam
kalau sekiranya tidak semua subyek diajarkan dari sudut pandang Islam. Dan buku-buku dasar yang ditulis dari
sudut pandang Islam. Dengan demikian untuk mendapatkan kurikulum yang
benar-benar berwatak Islam masyarakat Muslim membutuhkan buku-buku teks dan
sebuah metode pengajaran yang benar-benar berwatak Islam.
Pengembangan
buku-buku teks, problema penyusunan kurikulum, serta bagaimana memformulasikan
konsep Islam dalam rangka islamisasi ilmu pengetahuan. dengan berbagai
permasalahannya dan pemecahannya.
Buku teks berisi bahan untuk dipelajari
secara terinci oleh para pelajar, baik di rumah, sekolah, maktab, dan
universitas. Ada pengunaan
yang berbeda, baik dari segi jenjang pendidikan, perkembangan psikologis, moral
dan intelektualnya. Tentunya penyusunan tersebut mengacu kepada aspek sudut
pandang teknik, moral, intelektual, emosional atau spiritual tertentu. Di sisi
lain, guru yang ingin membuat buku ajar hendaknya menguasai dan memahami teknik
penulisan, bahan tertulis, memahami implikasi dan hubungannya terhadap konsep
lainnya. Buku teks berisi bahan untuk dipelajari secara terinci oleh pelajar di
rumah, sekolah, maktab dan universitas.
Konsep pendidikan Islam dapat secara
praktis diwujudkan melalui kurikulum, yang harus dirumuskan pertama untuk
menjamin bahwa buku-buku teks yang tepatlah yang dihasilkan. Hal –hal yang
hendaknya diperhatikan dalam menyusun kurikulum Islam adalah, pertama, konsep
Islam tentang manusia sangat luas. Kedua, pengetahuan adalah sumber kemajuan
dan perkembangan, Islam tidak membatasi pencapaian pengetahuan. Ketiga,
besarnya penilikan harus konprehensif. Keempat, aspek spiritual, moral,
intelektual, imajinatif dan fisik dan kepribadian seseorang harus perhatikan
ketika membuat interelasi antara berbagai disiplin.
Pertumbuhan kemampuan dan pikiran seorang
anak harus menjadi pertimbangan untuk menyusun subyek dan rangkaian pelajaran
dalam tahap-tahap yang bertingkat. Kelima, perkembangan kepribadian seharusnya
dilihat dalam konteks hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam.
Dalam, pengembangan kurikulum perlu juga pemantapan hirarki pengetahuan, pengetahuan
intelektual hendaknya juga menjadi perhatian, termasuk keyakinan dan etika
harus ditanamkan kepada seorang anak sejak tahap awal. Penjelasan tersebut
merupakan hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam perencanaan kurikulum.
Rintangan kurikulum rencana pengembangan
kurikulum Islam, seperti rintangan politik, rintangan tersebut biasanya datang
dari pihak pemerintah, baik pemerintah saat itu maupun kebijakan pemerintah
kolonial dan sekuler Barat. Rintangan filosofis, dianggap berat bagi
perencanaan kurikulum Islam, sebagai contoh ketika sebuah Negara yang mayoritas
muslim berusaha menyusun sebuah perencanaan kurikulum pendidikan yang searah
dengan tujuan agama, tetapi di sisi lain, Negara itu juga menganut cita-cita
yang berseberangan dengan tujuan pendidikan Islam.
Menurut Ali Asraf kontradiksi tersebut
terjadi akibat kurangnya pemikiran dan hasrat untuk menyusun sebuah kompromi
antara kebutuhan- kebutuhan Islam dan system pendidikan modern. Berhasil
tidaknya islamisasi kurikulum Islam tergantung pada adanya konsep yang sesuai
setiap cabang pengetahuan. Dari berbagai teknik yang dikembangkan oleh Barat,
ada teknik yang baik, yaitu teknik dilakukan oleh Nabi dan para Sahabatnya,
teknik tersebut adalah teknik mempraktekkan secara langsung.
Di sisi lain, penyusunan kurikulum sering
terjebak dalam lingkarang filsafah hidup, sehingga kurikulum tidak
memperhatikan pendidikan itu sendiri, padahal seharusnya kurikulum disusun
untuk pendidikan bukan untuk falsafah pendidikan. Mungkin kalau falsafah
tersebut berdasarkan sumber yang sama ada celah untuk titik temu, tetapi
permasalahannya adalah tidak adanya titik temu dalam tingkat tujuan, isi dan
pengaturan kurikulum. Seperti pertentangan tujuan, isi dan pengaturan terjadi
Amerika Serikat. Menanggapi hal ini Ali Asraf menyatakan bahwa umat Islam
hendaknya belajar tentang psikologi anak. Selama ini penyusunan kurikulum dalam
Islam masih mengacu kepada konsep Barat yang pada dasarnya berasal dari
pengembangan keilmuan Yunani. Tradisi keilmuan Yunani diislamisasi oleh para
sarjana muslim. Menurut Ali Asraf yang perlu dilakukan adalah meniru gaya
ilmuan muslim tersebut yaitu tradisi rasionalisme akademis, dengan mengikuti
prinsip mereka dalam melakukan islamisasi.
Sebagaimana diketahui bahwa ilmuan muslim
pada waktu itu mengislamisasi segala ilmu dan menjadikan ilmu itu berwatak
islam. Berbagai ilmu tersebut
berwatak Islam karena dimasukkan kedalam konsep islam. Dengan demikian menurut
Ali Asraf rasionalisme akademis dari Barat membuat kurikulum yang menjadikan
seseorang berbudi dan bukan orang yang religius.
Tetapi, tradisi
pendidikan Islam membuat kurikulum yang menjadikan seseorang menjadi religius.
Tetapi disayangkan tradisi pendidikan dewasa ini menurut Ali Asraf mengalami
gangguan karena pengabaian sebagian besar cabang pengetahuan yang diperoleh,
dan karena kurangnya formula konseptual yang dapat membantu mengasimilasikan
cabang-cabang pengetahuan itu. Karena itu diperlukan riset-riset intensif untuk
merumuskan konsep-konsep Islam untuk semua cabang pengetahuan. Menurut Ali
Asraf berhasil tidaknya islamisasi kurikulum tergantung pada adanya konsep yang
sesuai untuk setiap cabang pengetahuan. Sehingga sekulerisasi yang mendominasi
semua cabang pengetahuan dapat digantikan oleh konsep Islam. Untuk itu perlu kerja keras para sarjana
muslim untuk mewujudkan hal tersebut.
Menurut Ali Asraf untuk merealisasikan
rencana kurikulum perlu realisasi praktis, di antara yang perlu segera
dilakukan adalah menyusun proyek jangka pendek, yang proyek tersebut dilakukan
secara serentak seperti pemikiran filosofis dan konseptualisasi harus
mendahului penulisan buku-buku teks agar para penulis buku teks menulis sesuai
dengan garis-garis yang telah ditetapkan, prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan.perlu segera dibuat kurikulum untuk tingkat sekolah menengah dan
madrasah di seluruh dunia Islam berdasarkan rekomendasi yang telah ditatapkan
oleh pakar pendidikan islam dalam komperensi. Program jangka panjang perlu
dilakukan adalah memasukkan filsafat pendidikan pada sekolah menengah, kalau
perlu pada tingkat dasar. Sedangkan untuk jangka panjang perlu membuat
buku-buku teks yang mengandung nilia- nilai Islami, merevisi buku-buku teks dan
silabus universitas dalam semua cabangnya.. kemudian proyek jangka panjang lainya adalah
dengan melakukan analisis kurikulum berdasarkan sudut pandang Islam. Dan yang
terakhir adalah persiapan membuat antologi bahan bacaan, seperti ekonomi,
sosiologi, histriografi, agama komparatif,, sains dan teknologi, serat bacaan
lainnya. Dalam segi metodologi Ali Asraf memberi jalan keluar dengan menanyakan
bahwa metode modern yang ada dapat di islamisasikan dengan diberi nilai
relijius.
Dapat disimpulkan
bahwa dalam buku Ali Asraf tentang Horison Pendidikan Pendidikan Islam, sebagai
berikut; perlunya memberi definisi terhadap pendidikan Islam, menurut Ali Asraf
Pendidikan Islam tidak hanya berarti pengajaran teologis atau pengajaran
al-Quran, hadis, dan fiqh, seperti yang umum dipegang selama ini. Untuk
membentuk pendidikan berwatak Islam, para ahli pendidikan dan pihak yang
berkompeten hendaknya menunjukkan bagaimana prespektif total ini memberikan
tanggapan seimbang mengenai manusia. Salah satu penyebab timbulnya konflik
dalam masyarakat silam adalah sistem pendidikan dwi sistem pendidikan, yaitu
pendidikan tardisional dan modern, dan untuk memadukan atau mengintegrasikan
kedua hal tersebut adalah dengan kurikulum, silabus mata pelajaran dan
buku-buku teks dibuat berdasarkn konsep Islam.
Integrasi
hendaknya didukung oleh konseptualisasi dan latihan terhadap guru. Restrukturisasi
pendidikan guru, karena guru menjadi model bagi siswa. Untuk itu guru hendaknya
mengetahui teori Islam tentang pendidikan Islam dan diajarkan untuk menyadari
akan keunggulan sistem pendidikan Islam dibanding dengan pendidikan Barat.
Guru hendaknya menyadari bahwa pemikiran sekuler mendominasi setiap subyek,
serta menyadarkan para guru akan pendekatan mereka selama ini yang penuh dengan
pendekatan sekuler.Untuk itu kepada para guru hendaknya diperkaya dengan
pendekatan Islam untuk menghadap setiap cabang pengetahuan. Buku ini penting
bagi mahasiswa dan dosen serta praktisi Pendidikan Islam, terutama yang ingin
memahami langkah-langkah islamisasi pengetahuan dan penyusunan kurikulum
Islami.
***Sumber : blog.umy.ac.id/
No comments:
Post a Comment