Finlandia mengalahkan 40 negara lain di dunia berdasar
survei PISA yang dilakukan oleh OECD tahun 2003. Tes komprehensif dilakukan
melalui pengukuran kemampuan mathematics, reading, science, dan problem solving
yang nantinya ditujukan untuk peningkatan kualitas sistem pendidikan.
Luar
biasanya, pada tahap evaluasi belajar, angka ketidak
lulusan secara nasional di Finlandia tidak pernah melebihi 2 persen
pertahunnya dan Finlandia
tidak mengenal istilah ujian semester dan ujian nasional seperti yang ada ditanah air.
Pemerintah Finlandia tidak pernah intervensi sedikit
pun tentang Evaluasi Belajar
secara Nasional. Kenapa ? Karena setiap sekolah bahkan guru berkewenangan penuh untuk menyusun kurikulumnya
sendiri.
Guru-guru di Finlandia tidak kenal dengan istilah “mengejar
target-target tertentu” karena guru-guru di Finlandia selalu menyesuaikan bahan
ajarannya dengan kebutuhan setiap muridnya.
Di Finlandia
siapa pun Presidennya dan Menteri Pendidikannya tidak akan berpengaruh
signifikan terhadap masa depan pendidikan. Karena fungsi pemerintah dalam
memajukan sektor pendidikan adalah dukungan finansial dan legalitas. Karena gurulah yang berwewenang atas masa depan
pendidikan itu, karena guru dipandang sebagai sosok
yang paling mengerti mau kearah mana wajah pendidikan Finlandia dibawa
dimasa depan.
Keseriusan negara Finlandia
menyokong keberhasilan pendidikan nasionalnya dibuktikan dengan diterapkannya
kebijakan gratis sekolah 12 tahun.
Guru-guru
Finlandia adalah lulusan terbaik setiap perguruan tinggi yang masuk dalam kelompok 10 besar
lulusan terbaik. Jika bukan lulusan terbaik maka mereka
tidak akan diterima menjadi guru di negaranya. Itulah
sebabnya guru-guru di Finlandia mempunyai berdedikasi yang sangat tinggi. Pertanyaannya
kalau guru-guru di Finlandian adalah lulusan terbaik honornya besar dong? Jawabannya Tidak. Justru
sebaliknya guru-guru
Finlandia digaji secukupnya dan bahkan bisa bilang kurang memadai. Kenapa bisa demikian guru di
Finlandia sangat menikmati profesinya? karena profesi sebagai guru di Finlandia
begitu sangat
dihormati dan hargai oleh mayoritas
masyarakat Finlandia.
Guru-guru yang ada
adalah guru dengan
kualitas terbaik. Meski
gaji guru di Finlandia tidaklah fantastis. Namun lulusan sekolah menengah terbaik justru
mendaftar untuk dapat masuk di fakultas-fakultas pendidikan, dan hanya 1 dari 7 orang yang bisa diterima. Persaingannya
lebih ketat daripada masuk ke Fakultas Hukum dan Kedokteran.
Apabila negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi
siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia
justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar
siswa. Karena terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajarkan
kepada siswa untuk semata-mata lolos dari ujian, ungkapan seorang guru di Finlandia.
Para guru di FInlandia sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka.
Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” pada siswa, maka hal tersebut
akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka
dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya
diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan
siswa lainnya. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya
masing-masing. Ranking hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir
siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.
Ditanah air Indonesia, sebenarnya sistem pendidikan
Finlandia telah terterapkan sejak tahun 1961 melalui wadah gerakan pramuka. Apa
yang berlaku di Finlandia jelas-jelas merupakan sistem pendidikan yang berlalu
di gerakan pramuka. Dimana setiap kecakapan dan keterampilan dibidang tertentu
yang dimiliki oleh setiap anggota pramuka, bila sudah merasa mampu bisa
mengusulkan diri untuk di uji.
Disamping itu, setiap 32 orang
anggota pramuka dibina oleh 3 orang pembina secara terus menerus. Akan tetapi
sistem pendidikan kepanduan ditanah air ini tidak mendapat respon yang positif
ditanah air. Buktinya kendati berhasil melahirkan kader-kader bangsa yang
mandiri, negara ternyata tidak berani mengalokasikan dana BOS yang ada pada
setiap sekolah untuk sepersekian persen wajib dipergunakan untuk mengelola
gerakan pramuka di gugus depan.
Pendidikan nasional kita yang masih
sarat dengan kepentingan politik kepala daerah menjadikan potret pendidikan
begitu semraut. Pelaksanaan UN yang jelas lebih banyak mudharatnya daripada
manfaatnya selalu dipertahankan untuk alasan yang tidak jelas. Bahkan ironisnya
lagi, UN telah mengajarkan bangsa ini bagaimana berlaku curang dan menipu.
Gilanya lagi peserta UN dikawal dan diamati setiap detik melalui layar CCTV.
Seperti teroriskan. Cara-cara gila
ini begitu dibangga-banggakan oleh pemerintah bahkan institusi pendidikan
sendiri. Padahal metode ini punya dampak physikologi
bagi para pelajar dimana UN benar-benar menjadi beban berat. Jadi
jangan heran bila di Nias pada hari pertama UN ada siswa yang meninggal dunia
begitu menerima lembar soal ujian.
Finlandia tidak pernah membebani
muridnya untuk hal-hal yang kurang bermutu atau mengurangi ke-kreativitasan
seorang anak setelah meninggalkan rumah sekolah. Maka,
tugas tugas (PR), les tambahan dan bimbingan ini dan itu nyaris tidak pernah
ada di Finlandia. Bagaimana dengan tanah air? Tekanan yang begitu berat sangat
terasa apalagi menjelang ujian nasional. Setiap
murid selalu diberi les tambahan yang berlebihan, pelajar di wajibkan mengikuti
Tryout hampir tiap bulan dengan alasan untuk mengukur kemampuan siswa.
Dirumah disuguhi lagi dengan
tugas-tugas berat bahkan ada lagi menu les tambahan yang ditawarkan padahal
nuansa bisnisnya lebih terasa daripada urgensinya bagi peserta didik. Repot
bukan?
Alhasil, pelajar tanah air lahir dan besar tanpa pernah mempergunakan otaknya untuk berkreativitas. Generasi muda pun besar penuh dengan tekanan. Jadi jangan heran, walaupun lulus UN 100 persen ternyata persentasi lulus SMPTN berbanding terbalik dengan kelulusan UN.
Inilah setidaknya potret pendidikan
kita dewasa ini. Indonesia jatuh kepada tingkat kekhawatiran yang terlalu berlebihan.
Alih-alih untuk mencerdaskan bangsa tetapi cara-cara yang dilakukan justru
mengantarkan bangsa ini ke lembah kehancuran.
Oleh karena itu kita perlu berbenah.
Mengembalikan sistem pendidikan ke zaman
dahulu kala (seperti cerita orang tua kita)
di mana setiap anak dan orang tua begitu
menghormati guru perlu kita lakukan. Guru harus diberi otoritas penuh
untuk mengatur kurikulumnya sendiri. Setiap anak juga tidak dibebani dengan
tugas ini dan itu. Bahkan birokrasi pendidikan kita yang berbelit-belit perlahan-lahan
harus dikurangi.
Wajib belajar 12 tahun mutlak harus
dilakukan tentunya dengan biaya gratis. Tidak hanya itu wajar 12 tahun itu
harus dengan satu izajah saja yaitu izajah SMA. Sedangkan untuk SD dan SMP tidak
lagi mengeluarkan izajah mengingat tuntutan dunia kerja saat ini pun izajah dua
jenjang pendidikan ini tidak begitu diperlukan. Oleh karena itu, perpindahan dari
tingkat SD ke SMP cukuplah dengan nilai rapor begitu juga dari SMP ke SMA. Maka evaluasi belajar secara
nasional hanya dilakukan dijenjang SMA ketika yang bersangkutan akan melanjut
keperguruan tinggi atau merambah dunia kerja. Menggratiskan pendidikan dinegara
ini bukanlah hal yang mustahil. Bukankah 40 persen APBN kita mark-up dan 30
persennya dikorupsi.
Jadi andai pengelolaan keuangan
negara kita ditata dengan baik maka tidak mustahil dimasa-masa yang akan datang
biaya pendidikan kita yang saat ini ditampung 20 persen dalam APBN kedepannya
akan meningkat menjadi 50 persen.
Bila sudah demikian, bukankah
pendidikan kita sudah bisa digratiskan.
Beberapa hal yang mungkin bisa
ditiru, dari sistem pendidikan yang ada di Finladia, diantaranya :
- Anak Finlandia tidak memulai sekolah sampai usia mereka 7 Thn. ( Bandingkan dengan para orangtua di Indonesia justru bangga anaknya sekolah pada usia dibawah usia 7 tahun. bahkan dengan beben pembelajaran yang berat).
- Tidak di bebani Ujian dan PR, sampai menjelang usia mereka remaja.
- Anak-anak tidak diukur sama sekali selama enam tahun pertama pendidikan mereka. (Pada sistem pendidikan kita , Murid SD sampai stress karena sering ditakuti Pihak sekolah, dengan seabreg Ujian, Padahal terkadang anak sering tidak diaja).
- Hanya ada satu tes standar wajib di Finlandia, yang diambil ketika anak-anak berusia 16 Tahun. (Bandingkan dengan sistem ujian ujian di SMP dan SMA, Ditambah UN, bukan saja membuat Lembaga pendidikan tidak jujur, Anak hanya dihargai Otaknya saja, Minus bakat dan Minat).
- Tidak ada Kelas Unggulan,semua kemampuan berada pada kelas yang sama. Dan terbukti akhirnya RSBI /RSI di indonesia oleh MK dicabut keberadaanya, karena akan tercipta kasta kasta baru dalam dunia pendidikan.Finlandia menghabiskan sekitar 30 persen lebih untuk biaya pendidikan per siswa mengungguli Amerika Serikat.
- 30 persen anak-anak menerima bantuan tambahan selama sembilan tahun pertama mereka sekolah.
- Kelas sains maksimal 16 siswa sehingga mereka dapat melakukan eksperimen praktis dalam setiap kelas.
- Siswa SD mendapatkan 75 menit dari istirahat sehari di Finlandia dibandingkan rata-rata 27 menit di Amerika Serikat.
- Guru hanya menghabiskan 4 jam sehari di dalam kelas, dan mengambil 2 jam seminggu untuk “pengembangan profesional.”
- Finlandia memiliki jumlah guru sebanyak di New York City, namun siswa jauh lebih sedikit. Dengan perbandingan 600.000 siswa di finlandia dengan 1,1 juta di NYC.
Sumber :
- dari berbagai sumber
- See more at: http://esqsmartplus.com/mengapa-finlandia-memiliki-sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia/#sthash.VMUHI8qS.dpuf
No comments:
Post a Comment